BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Manusia di
dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan
membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini
merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari
hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Di dalam
kelompok ataupun organisasi, selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan
masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari atasan dan
bawahannya.
Di antara
kedua belah pihak (atasan dan bawahan) harus ada two way communications atau
komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan adanya
kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi,
maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Kerjasama tersebut
terdiri dari berbagai maksud yang meliputi hubungan sosial maupun kebudayaan.
Hubungan yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan
masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat
memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Hubungan
yang dilakukan oleh unsur pimpinan antara lain kelangsungan hidup berorganisasi
untuk mencapai perkembangan ke arah yang lebih baik dengan menciptakan hubungan
kerja sama dengan bawahannya. Hubungan yang dilakukan oleh bawahan sudah tentu
mengandung maksud untuk mendapatkan simpati dari pimpinan yang merupakan
motivasi untuk meningkatkan prestasi kerja ke arah yang lebih baik. Hal ini
tergantung dari kebutuhan dan cara masing-masing individu, karena satu sama
lain erat hubungannya dengan keahlian dan tugas-tugas yang harus dilaksanakan.
Komunikasi
organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di
antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian suatu organisasi tertentu.
Suatu organisasi terdiri dari dari unit-unit komunikasi dalam hubungan
hierarkis antara yang satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.
Komunikasi
organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi antarpribadi dan komunikasi
kelompok. Pembahasan komunikasi organisasi antara lain menyangkut struktur dan
fungsi organisasi, hubungan antarmanusia, komunikasi dan proses
pengorganisasian serta budaya organisasi. Komunikasi organisasi diberi batasan
sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling
bergantung satu sama lain meliputi arus komunikasi vertikal dan horisontal.
Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik organisasi
pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi perusahaan, maka
sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi tujuan utamanya tentulah
untuk mempersatukan individu-individu yang tergabung dalam organisasi tersebut.
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun
makalah ini disusun dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan
organisasi?
2. Apakah yang dimaksud dengan
komunikasi?
3. Bagaimana hubungan komunikasi
terhadap organisasi?
4. Apakah yang dimaksud dengan
komunikasi dalam organisasi?
5. Bagaimana model komunikasi dalam
organisasi?
6. Apa fungsi komunikasi dalam
organisasi?
7. Bagaimana proses komunikasi dalam
organisasi?
8. Apa saja gaya komunikasi yang dapat
diterapkan dalam organisasi dan bagaimanakah gambaran umum mengenai
masing-masing gaya komunikasi tersebut?
1.3 Tujuan
Agar
mahasiswa dapat mengetahui mengenai teori mengenai komunikasi dalam organisasi.
Dan diharapkan pula informasi ini dapat menjadi referensi dalam pembelajaran
materi komunikasi organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Organisasi dan Komunikasi
Istilah
organisasi berasal dari bahasa Latin organizare, yang secara harfiah berarti
paduan dari bagian-bagian yang satu sama lainnya saling bergantung. Everet
M.Rogers dalam bukunya Communication in Organization, mendefinisikan organisasi
sebagai suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan, dan pembagian tugas.
Robert
Bonnington dalam buku Modern Business: A Systems Approach, mendefinisikan
organisasi sebagai sarana dimana manajemen mengoordinasikan sumber bahan dan
sumber daya manusia melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.
Sedangkan
untuk istilah komunikasi (communication) berasal dari Bahasa Latin communicatus
yang berarti ”berbagi” atau “menjadi milik bersama”. Dengan demikian, kata komunikasi
menurut kamus bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai
kebersamaan. Menurut Webster New Collogiate Dictionary dijelaskan bahwa
komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui
sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.
Hovland, Janis & Kelley menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses
melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam
bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang
lainnya (khalayak). Sedangkan Berelson & Steiner berpendapat bahwa
komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian,
dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar,
angka-angka, dan lain-lain.
2.2 Hubungan Ilmu Komunikasi dengan Organisasi
Korelasi antara ilmu komunikasi
dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus kepada
manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi itu. Ilmu
komunikasi mempertanyakan bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam
organisasi, metode dan teknik apa yang dipergunakan, media apa yang dipakai,
bagaimana prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat, dan sebagainya.
Jawaban-jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk bahan telaah
untuk selanjutnya menyajikan suatu konsepsi komunikasi bagi suatu organisasi
tertentu berdasarkan jenis organisasi, sifat organisasi, dan lingkup organisasi
dengan memperhitungkan situasi tertentu pada saat komunikasi dilakukan.
2.3
Komunikasi Organisasi
Komunikasi organisasi adalah
pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal
maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Komunikasi formal
adalah komunikasi yang disetujui oleh organisasi itu sendiri dan sifatnya
berorientasi kepentingan organisasi. Isinya berupa cara kerja di dalam
organisasi, produktivitas, dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam
organisasi. Misalnya adalah memo, kebijakan, pernyataan, jumpa pers, dan
surat-surat resmi. Adapun komunikasi informal adalah komunikasi yang disetujui
secara sosial. Orientasinya bukan pada organisasi, tetapi lebih kepada
anggotanya secara individual.
Komunikasi dalam organisasi adalah
juga dapat diartikan sebagai komunikasi di suatu organisasi yang dilakukan
pimpinan, baik dengan para karyawan maupun dengan khalayak yang ada kaitannya
dengan organisasi, dalam rangka pembinaan kerja sama yang serasi untuk mencapai
tujuan dan sasaran organisasi (Effendy,1989: 214).
Price (1997) mendefinisikan komunikasi
organisasi sebagai derajat atau tingkat informasi tentang pekerjaan yang
dikirimkan organisasi untuk anggota dan diantara anggota organisasi. Tujuan
komunikasi dalam organisasi adalah untuk membentuk saling pengertian (mutual
understanding) sehingga terjadi kesetaraan kerangka referensi (frame of
references) dan kesamaan pengalaman (field of experience) diantara anggota
organisasi. Komunikasi organisasi harus dilihat dari berbagai sisi yaitu
pertama komunikasi antara atasan kepada bawahan, kedua antara karyawan yang
satu dengan karyawan yang lain, ketiga adalah antara karyawan kepada atasan.
Hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan juga tidak bisa dilepaskan dari
budaya paternalistik yaitu atasan jarang sekali atau tidak pernah memberikan
kepada bawahannya untuk bertindak sendiri, untuk mengambil inisiatif dan
mengambil keputusan. Hal ini disebabkan karena komunikasi yang dilakukan oleh
atasan kepada bawahan bersifat formal dimana adanya struktur organisasi yang
jauh antara atasan dengan bawahan. Sehingga konsekuensi dari perilaku ini bahwa
para bawahannya tidak dimanfaatkan sebagai sumber informasi, ide, dan saran.
Komunikasi memelihara motivasi
dengan memberikan penjelasan kepada para karyawan tentang apa yang harus
dilakukan, seberapa baik mereka mengerjakannya dan apa yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kinerja jika sedang berada di bawah standar (Robbins, 2002).
Komunikasi merupakan bagian yang
penting dalam kehidupan kerja. Hal ini mudah dipahami sebab komunikasi yang
tidak baik bisa mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan organisasi, misal
konflik antar pegawai, dan sebaliknya komunikasi yang baik dapat meningkatkan
saling pengertian, kerjasama dan juga kepuasan kerja .Mengingat yang
bekerjasama dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan merupakan
sekelompok sumber daya manusia dengan berbagai karakter, maka komunikasi yang
terbuka harus dikembangkan dengan baik. Dengan demikian masing-masing karyawan
dalam organisasi mengetahui tanggung jawab dan wewenang masing masing.
Karyawan yang mempunyai kompetensi
komunikasi yang baik akan mampu memperoleh dan mengembangkan tugas yang
diembannya, sehingga tingkat kinerja karyawan menjadi semakin baik. Komunikasi
memegang peranan penting di dalam menunjang kelancaran aktivitas karyawan di perusahaan.
Komunikasi organisasi merupakan
suatu proses dinamik yang berfungsi sebagai alat utama bagi sukses atau
tidaknya organisasi dalam hubungannya dengan lingkungan tugas. Pincus (1986)
menemukan komunikasi berhubungan positif dengan kinerja, tetapi tidak sekuat
hubungan antara komunikasi dengan kepuasan. Chen et al., (2006) menyatakan
komunikasi organisasi berhubungan positif dengan komitmen organisasi dan
kinerja dan berhubungan negatif dengan tekanan pekerjaan. Namun demikian
Rodwell (1998) menyatakan bahwa variabel komunikasi berhubungan negatif dengan
kinerja.
2.4
Model Komunikasi dalam Organisasi
Model komunikasi yang paling
sederhana adalah adanya pengirim, berita (pesan) dan penerima seperti gambar
berikut ini :
Model ini menunjukkan 3 unsur esensi
komunikasi. Bila salah satu unsur hilang, komunikasi tidak dapat berlangsung.
Sebagai contoh adalah seseorang dapat mengirimkan pesan, namun apabila tidak
ada yang menerima atau yang mendengar, komunikasi tidak akan terjadi.
2.5
Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
Sendjaja (1994) menyatakan fungsi
komunikasi dalam organisasi adalah sebagai berikut:
a) Fungsi informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan
informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat
memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi
yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan
pekerjaannya secara lebih pasti. Orang-orang dalam tataran manajemen
membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna
mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi. Sedangkan karyawan
(bawahan) membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan, di samping itu
juga informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin
cuti, dan sebagainya.
b) Fungsi regulatif
Fungsi ini
berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi.
Terdapat dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu:
•
Berkaitan dengan orang-orang yang berada dalam tataran
manajemen, yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua
informasi yang disampaikan. Juga memberi perintah atau instruksi supaya
perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya.
•
Berkaitan dengan pesan. Pesan-pesan regulatif pada dasarnya
berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan
tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
c) Fungsi persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi,
kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang
diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk
mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah. Sebab pekerjaan yang
dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih
besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan
kewenangannya.
d) Fungsi integratif
Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang
memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada
dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu:
•
Saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam
organisasi tersebut (buletin, newsletter) dan laporan kemajuan organisasi.
•
Saluran komunikasi informal seperti perbincangan antar
pribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan
darmawisata. Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi
yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.
2.6
Proses Komunikasi dalam Organisasi
Terdapat 2 proses komunikasi dalam
organisasi, yaitu proses komunikasi internal dan proses komunikasi eksternal.
a) Komunikasi Internal
Merupakan pertukaran gagasan di
antara para administrator dan karyawan dalam suatu perusahaan dalam struktur
lengkap yang khas disertai pertukaran gagasan secara horisontal dan vertikal di
dalam perusahaan, sehingga pekerjaan berjalan (operasi dan manajemen).
Adapun Empat Dimensi Komunikasi
dalam organisasi, yaitu :
1.
Downward communication
Yaitu komunikasi yang berlangsung
ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada
bawahannya. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
•
Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
•
Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu
untuk dilaksanakan (job retionnale)
•
Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang
berlaku (procedures and practices)
•
Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
2.
Upward communication
Yaitu komunikasi yang terjadi ketika
bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya. Fungsi arus komunikasi
dari bawah ke atas ini adalah:
•
Penyampaian informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun
tugas yang sudah dilaksanakan
•
Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan
ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan
•
Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan
•
Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri
maupun pekerjaannya
Komunikasi ke atas menjadi terlalu
rumit dan menyita waktu dan mungkin hanya segelintir kecil manajer organisasi
yang mengetahui bagaimana cara memperoleh informasi dari bawah.
Sharma (1979) mengemukakan 4 alasan mengapa komunikasi ke atas terlihat amat
sulit:
•
Kecenderungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran
mereka
•
Perasaan bahwa atasan mereka tidak tertarik kepada masalah
yang dialami pegawai
•
Kurangnya penghargaan bagi komunikasi ke atas yang dilakukan
pegawai
•
Perasaan bahwa atasan tidak dapat dihubungi dan tidak
tanggap pada apa yang disampaikan pegawai
3.
Horizontal communication
Yaitu komunikasi yang berlangsung di
antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara.
Fungsi arus komunikasi horisontal
ini adalah:
•
Memperbaiki koordinasi tugas
•
Upaya pemecahan masalah
•
Saling berbagi informasi
•
Upaya pemecahan konflik
•
Membina hubungan melalui kegiatan bersama
4.
Interline communication
Yaitu
tindak komunikasi untuk berbagi informasi melewati batas-batas fungsional.
Spesialis staf biasanya paling aktif dalam komunikasi lintas-saluran ini karena
biasanya tanggung jawab mereka berhubungan dengan jabatan fungsional. Karena
terdapat banyak komunikasi lintas-saluran yang dilakukan spesialis staf dan
orang-orang lainnya yang perlu berhubungan dalam rantai-rantai perintah lain,
diperlukan kebijakan organisasi untuk membimbing komunikasi lintas-saluran.
b) Komunikasi Eksternal
Adalah
komunikasi antara pimpinan organisasi (perusahaan) dengan khalayak audience di
luar organisasi. Contoh dari komunikasi eksternal, yaitu :
·
Komunikasi dari organisasi kepada khalayak yang bersifat
informatif. Contohnya adalah Majalah, Press release/media release, Artikel
surat kabar atau majalah, Pidato, Brosur, Poster, Konferensi pers, dll.
·
Komunikasi dari khalayak kepada organisasi.
2.7 Gaya Komunikasi
Gaya
komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada kita
tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi ketika mereka
melaksanakan tindakan berbagi informasi dan gagasan. Sementara pada pengaruh
kekuasaan dalam organisasi, kita akan mengkaji jenis-jenis kekuasaan yang
digunakan oleh orang-orang dalam tataran manajemen sewaktu mereka mencoba
mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam organsasi, kita akan diajak untuk
memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan kita sehubungan dengan tugas dalam
organisasi, bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk diajak bekerjasama
dan bagaimana kita memilih saluran yang efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.
Gaya
komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat perilaku
antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu
(a specialized set of intexpersonal behaviors that are used in a given
situation). Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku
komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam
situasi yang tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang
digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari
penerima (receiver).
a. The Controlling style
Gaya
komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu
kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran
dan tanggapan orang lain. Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini
dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Pihak-pihak
yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian
kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan.
Mereka
tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan. Mereka
tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika
umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka.
Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif
orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk
memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan
yag berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan
agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain
apa yang dilakukannya. The controlling style of communication ini sering
dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara
efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik. Namun demkian, gaya komunikasi
yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga
menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.
b. The Equalitarian style
Aspek
penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan. The equalitarian
style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran
pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way
traffic of communication).
Dalam gaya
komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya, setiap
anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana
yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan
setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.
Orang-orang
yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang
yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan
yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup
hubungan kerja. The equalitarian style ini akan memudahkan tindak komunikasi
dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati dan kerja
sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu
permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi ini pula yang menjamin
berlangsungnya tindakan berbagi informasi (share) di antara para anggota dalam
suatu organisasi.
c. The Structuring style
Gaya
komunikasi ini lebih memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun
lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan
pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi
perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi
tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam
organisasi tersebut.
Stogdill
dan Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State University,
menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama
Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan Coons menjelaskan
mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang
yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan
organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
d. The Dynamic style
Gaya
komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim
pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada
tindakan (action-oriented). The dynamic style of communication ini sering
dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga
(salesmen atau saleswomen).
Tujuan
utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah menstimulasi atau merangsang pekerja
ataupun karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya
komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang
bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai
kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.
e. The Relinguishing style
Gaya
komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat
ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun
pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol
orang lain.
Pesan-pesan
dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang
bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti
serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang
dibebankannya.
f. The Withdrawal style
Akibat
yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi,
artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk
berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun
kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.
Dalam
deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin
dilibatkan dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba
melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu
keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu,
gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.
BAB III
PENUTUP
Demikian
yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi pokok dalam makalah
ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referansi yang ada hubungannya dengan
makalah ini.
Penulis
banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberi kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah
dikesempatan-kesempatan berikutnya.
Semoga
makalah ini berguna bagi penulis khususnya juga para pembaca yang budiman pada
umumnya.
3.1 Kesimpulan
·
Organisasi adalah suatu tempat dimana terdapat kesamaan
tujuan untuk mencapainya bersama-sama melalui jenjang kepangkatan dan pembagian
tugas dimana manajemen mengordinasikan sumber bahan dan sumber daya manusia
melalui pola struktur formal dari tugas-tugas dan wewenang.
·
Berelson & Steiner berpendapat bahwa komunikasi adalah
suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain
melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka, dan
lain-lain.
·
Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak
pada peninjauannya yang terfokus kepada manusia-manusia yang terlibat dalam
mencapai tujuan organisasi itu.
·
Komunikasi dalam organisasi adalah juga dapat diartikan
sebagai komunikasi di suatu organisasi yang dilakukan pimpinan, baik dengan
para karyawan maupun dengan khalayak yang ada kaitannya dengan organisasi,
dalam rangka pembinaan kerja sama yang serasi untuk mencapai tujuan dan sasaran
organisasi (Effendy,1989: 214).
·
Model komunikasi yang paling sederhana adalah adanya
pengirim, berita (pesan) dan penerima.
·
Komunikasi memiliki empat fungsi, yaitu fungsi informatif,
regulatif, persuasif, dan integratif.
·
Terdapat 2 proses komunikasi dalam organisasi, yaitu proses
komunikasi internal dan proses komunikasi eksternal.
·
Gambaran umum yang diperoleh dari uraian mengenai gaya
komunikasi di atas adalah bahwa the equalitarian style of communication
merupakan gaya komunikasi yang ideal. Sementara tiga gaya komunikasi lainnya:
structuring, dynamic dan relinguishing dapat digunakan secara strategis untuk
menghasilkan efek yang bermanfaat bagi organisasi. Dan dua gaya komunikasi
terakhir: controlling dan withdrawal mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya
interaksi yang bermanfaat
DAFTAR
PUSTAKA
1. http://www.uinsuska.info/perpustakaan/attachments/025_KOMUNIKASI%20DALAM%20MANAJEMEN%28oleh%20SUHAIMI%20D,%20M.Si%29.pdf
(diakses pada tanggal 28 Januari 2011)
2. http://www.mediaindonesia.com/read/2011/02/08/201854/126/101/Drydocks-World-Graha-Pecat-600-Pekerja-Tanpa-Alasan-Jelas
(diakses pada tanggal 10 Februari 2011)
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_organisasi
(diakses pada tanggal 2 Februari 2011)
4. http://www.batan.go.id/mediakita/current/mediakita.php?group=Inovasi&artikel=inv2&hlm=1-3
(diakses pada tanggal 28 Januari 2011)
5. http://adiprakosa.blogspot.com/2007/12/teori-komunikasi-organisasi.html
(diakses pada tanggal 25 Januari 2011)
6. http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2069026-fungsi-komunikasi-dalam-organisasi/
(diakses pada tanggal 28 Januari 2011)
7. http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/07/iklim-komunikasi-dalam-organisasi.html
(diakses pada tanggal 28 Januari 2011)
8. http://info-gua.blogspot.com/2010/05/pengaruh-komunikasi-organisasi-terhadap.html
(diakses pada tanggal 28 Januari 2011)
9. http://joejoe.blogdetik.com/2010/05/20/komunikasi-dalam-organisasi/
(diakses pada tanggal 8 Februari 2011)
10. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/12/komunikasi-dalam-organisasi-9/
(diakses pada tanggal 28 Januari 2011)