Blogroll

Pages

Jumat, 03 April 2015

Penalaran Deduktif

Penalaran DEDUKTIF


Pengertian Nalar dan Penalaran
            Nalar, menurut kamus bahasa Indonesia, artinya ; pertimbangan tertentu tentang baik dan buruk, akal budi, aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis, jangkauan pikir, kekuatan pikir.
Jadi bernalar atau menggunakan penalaran, artinya berpikir logis. Sedangkan penalaran artinya cara menggunakan nalar atau pemikiran logis.
            Dari pengertian di atas, penulis dapat memberikan contoh konkret yang sering terjadi dan ditemukan, antara lain ;
  1. Dalam pengertian aktivitas seseorang berpikir logis.
Contoh ; Hakim tingkat banding Pengadilan Tinggi Agama menerbitkan putusan sela, dengan memerintahkan kepada ; Pengadilan Agama, untuk melakukan pemanggilan kepada Pembanding dan Terbanding, agar supaya hadir pada persidangan di PTA  pada tanggal 23 Maret 2011, guna dimintai keterangannya. Tetapi pada amar putusan sela yang lain, memerintahkan pula kepada Pengadilan Agama untuk melakukan sidang di tempat atas obyek sengketa, yang terletak di daerah Jakarta Selatan, Bandung, Bogor dan Raha,tanpa menyebutkan ketentuan batas waktu.
Pernyataan ini sesungguhnya tidak memiliki kandungan nalar dan penalaran yang benar, karena ada dua hal yang tidak masuk akal, yaitu;
A. Bagaimana mungkin sidang di PTA digelar yang pada intinya, bertujuan untuk mengetahui secara jelas dan konkret atas obyek sengketa dengan ketentuan waktu pada tanggal 23 Maret 2011, sementara memerintahkan pula Pengadilan Agama untuk melakukan sidang pemeriksaan di tempat  tanpa menyebut batas waktu dan adanya pengiriman berita acara hasil pemeriksaan di tempat tersebut ke PTA.
B. Apa yang mau diperjelas dan konkret pada persidangan di PTA pada tanggal 23 Maret 2011, sementara pemeriksaan  setempat oleh PA di beberapa daerah belum dilakukan.
  1. Jangkauan pikir.
Contoh ; Seorang  hakim dengan giatnya membaca dan belajar serta selalu mempersiapkan referensi buku-buku hukum, jurnal hukum, baik hukum formal maupun hukum materiil. Bahkan ia sering melakukan diskusi hukum dan juga rajin membaca putusan-putusan hakim melalui yurisprudensi, sehingga pada saatnya nanti ia berharap akan menjadi hakim yang lebih berkualitas dan memiliki integritas moral yang baik. Hakim seperti ini memiliki nalar dan penalaran yang mempersiapkan diri secara lebih strategis untuk kepentingan tugasnya di masa yang akan datang.
  1. Kekuatan pikir.
Contoh ; Seorang hakim yang mengikuti program studi  S2 atau S3 dalam setiap kegiatan seminar di S2 atau dalam setiap kegiatan di ujian terbuka di program S3. Dari materi ujian promovendus, ia tidak pernah luput dari pengamatannya, baik melalui diskusi maupun melalui bentuk penulisan karya ilmiah. Pada saat ia hadir dalam sebuah seminar, ia dengan mudah memahami substansi materi pembahasan dan berusaha mengajukan tanggapan ataupun pertanyaan yang sangat mudah dipahami oleh orang lain. Mahasiswa seperti ini memiliki kemampuan nalar dan penalaran yang baik untuk menunjang kesuksesan program studinya di masa yang akan datang.
  1. Menggunakan nalar atau pemikiran logis.
Contoh ; Seorang pejabat perbankan di persidangan pengadilan negeri dan ia bertindak sebagai saksi, lalu  hakim mencecarnya dengan  pertanyaan yang beruntun. Lalu oleh saksi tersebut, menjawab dengan tenangnya bahwa dirinya lupa...., lupa...., lupa.... dan seterusnya, bahkan kadang saksi tersebut mengatakan bahwa dirinya tidak tahu. Hakim yang menyidangkan perkara ini harus memiliki nalar dan penalaran yang baik, bahwa sangat  tidak logis, seorang saksi mengatakan ; lupa, lupa, lupa atau bahkan tidak tahu, padahal ia berkedudukan sebagai salah seorang subyek hukum dalam perkara ini. Nalarpun berkata, mana mungkin para terdakwa yang terdiri dari beberapa orang anggota DPR telah divonis bersalah karena  menerima sejumlah uang suap dan telah dijatuhi hukuman  pidana penjara antara satu sampai dua tahun, kalau tidak ada orang yang memberi suap. Hakim harus membentuk atau membangun sebuah penalaran terhadap kemungkinan adanya saksi-saksi yang terlibat memberi suap atas kasus ini.
Contoh-contoh tersebut merupakan sebagian fenomena umum yang terjadi di masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan. Dan di sana bisa ditemukan bagaimana fungsi dan manfaat  nalar dan penalaran itu.
III. Proses Nalar dan Penalaran
            Proses nalar merupakan proses berpikir yang sistemik untuk memperoleh kesimpulan berupa pengetahuan. Dari proses bernalar, maka penalaran dibagi atas ;
  1. Penalaran induktif yaitu proses penalaran untuk menarik kesimpulan dari prinsip/sikap yang berlaku umum berdasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus (induksi)
  2. Penalaran deduktif, kebalikan dari penalaran induktif yaitu; menarik kesimpulan dari prinsip/sikap yang berlaku khusus berdasarkan fakta-fakta yang umum (deduktif).
Contoh penalaran deduktif :
Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argument. Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.

Contoh klasik dari penalaran deduktif:
  • Semua manusia pasti mati (premis mayor)
  • Sokrates adalah manusia. (premis minor)
  • Sokrates pasti mati. (kesimpulan)
Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat. Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran induktif.
Syarat-syarat kebenaran dalam penalaran
Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
  • Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
  • Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupunmaterial. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.

Dalam proses menulis paragraf dapat digunakan penalaran deduktif dan penalaran induktif. Paragraf deduktif menempatkan kalimat utama pada awal paragraf. Sedangkan paragraf induktif menempatkan kalimat utama pada akhir paragraf.
Penalaran juga dapat digunakan untuk membuat analogi. Sedangkan yang dimaksud dengan analogi adalah kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala, ditarik berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah gejala khusus yang bersamaan.
Dari isinya analogi dibedakan, atas ;
  1. Analogi deklaratif, yaitu ; ”Menjelaskan sesuatu yang sudah dikenal berdasarkan persamaannya dengan sesuatu yang sudah dikenal. Analogi jenis ini tidak memberikan pengetahuan baru dan tidak merupakan kesimpulan.
Contoh ; Seharum bunga, seindah warna pelangi.
                        Adapun analogi deklaratif yang di dalamnya terdapat   kesimpulan.
            Contoh ; Suami istri di atas mobil. Ketika di dalam mobil,  mereka ribut dengan menggunakan bahasa Inggris dan ketika istri turun dari mobil, ia menghempaskan pintu mobil dengan kerasnya dan ketika suami masuk rumah, ia menghempaskan pintu rumahnya dengan keras.
                        Analogi yang lahir dari kasus ini sebagai bentuk penalaran dan kita bisa menarik suatu kesimpulan bahwa suami istri itu, sedang dalam kedaan bertengkar  atau telah terjadi perselisihan dan percekcokan.
                        Analogi seperti ini bisa dijadikan sebagai bukti persangkaan dan merupakan fakta hukum oleh hakim, bila peristiwa itu telah didukung dengan alat bukti lainnya, biasanya dengan alat bukti kesaksian dua orang saksi dari pihak yang mengajukan gugatan.
  1. Analogi induktif, yaitu menarik kesimpulan tentang fakta yang baru berdasarkan persamaan ciri dengan sesuatu yang sudah pernah terjadi. Kebenaran yang berlaku untuk yang satu (lama) berlaku pula untuk yang lain (baru).
Contoh ; A  meminta kepada B  untuk mampir sejenak (transit) di rumahnya, karena menempuh perjalanan KA. Argo Anggrek, sepanjang malam dari Surabaya ke Jakarta. Karena sesuai pengalaman  yang lalu dalam acara yang sama (Seminar Nasional), A transit di rumah B tersebut. Lalu dijawab oleh B yang punya rumah di Jakarta itu.  Untuk singgah di rumah boleh-boleh saja, tetapi di rumah saya saat ini banyak orang, karena anak dan cucu-cucu sedang berlibur di Jakarta.
             Analogi yang bisa kita tarik sebagai suatu kesimpulan, bahwa B sebagai teman A, tidak berkenan untuk disinggahi transit di rumahnya, walaupun terdapat persamaan antara peristiwa lama dengan peristiwa baru.

0 komentar:

Posting Komentar